JUMLAH (الْجُمْلَةُ) / MURAKKAB
ISNÂDI (الْمُرَكَّبُ
الْإِسْنَادِيُّ)
Dalam pembahasan Murakkab telah saya terangkan tentang
apa itu jumlah / murakkab isnâdi. Contoh jumlah adalah:
- ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (Muhammad pergi) → musnadnya
adalah ذَهَبَ (pergi) yang berbentuk fi’il,
dan musnad ilayhnya adalah مُحَمَّدٌ (Muhammad) yang berbentuk fâ’il
- الْكِتَابُ جَدِيْدٌ (buku itu baru) → musnadnya adalah جَدِيْدٌ (baru) yang berbentuk khabar,
dan musnad ilayhnya adalah الْكِتَابُ (buku itu) yang berbentuk mubtada`.
Intinya: Jumlah alias murakkab
isnâdi terdiri dari musnad dan musnad ilayh, dan -dari sekian
jenis murakkab- hanya murakkab isnâdi yang mungkin menjadi jumlah
mufîdah / kalâm.
FÂIDAH (الْفَائِدَةُ)
Dalam pembahasan Murakkab saya
juga telah menerangkan bahwa ma’na adalah arti sebuah kata, sedangkan fâidah
adalah informasi baru hasil penyusunan dua kata atau lebih.
Fâidah yang
dihasilkan oleh sebuah murakkab adakalanya sempurna, dan ada kalanya
tidak sempurna. Sebuah fâidah dikatakan sempurna bila pendengar sudah
tidak perlu menunggu kata berikutnya.
* Contoh tarkîb yang
menghasilkan fâidah tidak sempurna:
- إِنْ ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (jika Muhammad pergi), pendengar
masih menunggu apa akibat jika Muhammad pergi
- كِتَابُ مُحَمَّدٍ (buku Muhammad), pendengar masih
menunggu ada apa dengan bukunya Muhammad.
* Contoh tarkîb yang
menghasilkan fâidah sempurna:
- ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (Muhammad pergi)
- كِتَابُ مُحَمَّدٍ
جَدِيْدٌ (bukunya Muhammad baru). Fâidah
dari kedua contoh ini sudah sempurna karena keterangannya sudah cukup,
pendengar tidak menunggu keterangan berikutnya.
Satu hal yang perlu dicatat di
sini adalah sering kali ketika disebut fâidah maksudnya adalah fâidah
yang sempurna.
JUMLAH MUFÎDAH / KALÂM
Jumlah mufîdah atau
kalâm adalah: jumlah yang memberikan fâidah yang sempurna.
Dan berdasarkan penjelasan di atas, Anda sudah bisa memahami apa yang dimaksud
dengan jumlah dan apa yang disebut dengan fâidah yang sempurna.
Yang perlu diperhatikan adalah
sering kali ada perkataan yang terlihat bukan jumlah atau fâidahnya
tidak sempurna, tetapi sebenarnya dia sudah termasuk jumlah dengan fâidah
yang sempurna. Misalnya:
- انْصُرْ (tolonglah) → sebenarnya: انْصُرْ أَنْتَ (kamu, tolonglah)
- Ketika Anda ditanya “Siapa
Hasan itu”, Anda menjawab: صَدِيْقِيْ (temanku) → sebenarnya: حَسَنٌ صَدِيْقِيْ (Hasan adalah temanku).
Kedua contoh di atas adalah jumlah
mufîdah walau zhazhirnya bukan jumlah atau fâidahnya tidak
sempurna.
BAHAN BACAAN:
- An-Nahw al-Wâdlih
karya ‘Ali Jarim dan Mushthafa Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar