Dalam tulisan sebelumnya, telah
kami sebutkan bahwa definisi hukum menurut ulama Ushul Fikih adalah: Khithab
(pernyataan) Allah yang terkait dengan perbuatan seorang mukallaf. Adapun
menurut ulama Fikih, hukum adalah: Pengaruh khithab Allah..dst.
Dalam tulisan sebelumnya juga
telah sampaikan bahwa hukum ada dua macam yaitu:
- Hukum Taklifi (beban: perintah
atau larangan)
- Hukum Wadh’i (peletakan /
status).
Nah, pada tulisan kali ini saya
akan menyampaikan tentang Hukum Taklifi.
Definisi Hukum Taklifi
Hukm Taklîfi (الْحُكْمُ
التَّكْلِيْفِيُّ) adalah hukum yang
:
- menuntut
untuk mengerjakan sesuatu (wajib dan sunnah),
- menuntut meninggalkan sesuatu (haram dan makruh),
-atau membebaskan antara mengerjakan atau meninggalkannya
(mubah)[1].
Disebut sebagai Hukum Taklifi
(Pembebanan), karena di situ ada beban untuk manusia[2].
Jenis-Jenis Hukum Taklifi
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum
taklifi ada 5 macam, yang mereka berbeda cara menyebutkannya:
1. Kelompok Pertama menyebutnya:
a.
Wujûb[3] (secara harfiah: kewajiban)
b.
Nadb (penganjuran)
c.
Ibâhah (pembolehan)
d.
Tahrîm (pengharangan)
e.
Karâhah (pemakruhan)
2. Kelompok Kedua menyebutnya
a.
Wâjib (melakukan =
berpahala, meninggalkan = berdosa)
b.
Mandûb (melakukan =
berpahala, meninggalkan = tidak berdosa)
c.
Mubâh (melakukan /
meninggalkan = tidak berpahala/dosa)
d.
Harâm (melakukan = berdosa,
meninggalkan = berpahala)
e.
Makrûh. (melakukan = tidak berdosa,
meninggalkan = berpahala)
Sebenarnya cara kelompok pertamalah
yang lebih tepat, karena itulah hukum yang sebenarnya. Sementara wajib, mandub,
dan sebagainya sebenarnya adalah “perbuatan yang dihukumi” dan bukan “hukum”
itu sendiri[4].
Meski demikian, di serial
pembahasan ini saya akan menggunakan cara kelompok kedua (wajib, mandub, mubah,
haram, dan makruh) karena lebih mudah dipahami teman-teman pelajar dari
Indonesia. Lagi pula, perbedaan antar kedua kelompok di atas bukan suatu hal
yang fatal, istilahnya: khilâf lafzhi (beda lafal)[5].
Kenapa Hukum Taklifi Hanya Ada 5 Jenis?
Hukum Taklifi hanya ada 5 jenis karena:
1. HukumTaklifi hanya berputar pada
perintah, larangan, dan pembebasan
2. Perintah ada yang merupakan perintah
yang harus diikuti yaitu ‘wajib’, dan ada yang tidak harus diikuti yaitu
‘mandub’
3. Larangan pun ada larangan yang
harus diikuti yaitu ‘haram’, dan ada yang tidak harus diikutiyaitu ‘makruh’
4. Pembebasan hanya ada: ‘mubah’[6].
Kenapa Mubah Juga Termasuk Hukum Taklifi?
Kata ‘taklifi’ artinya padanya terdapat
beban / berhubungan dengan beban. Kenapa mubah yang merupakan pembebasan (bukan
beban perintah atau larangan) juga dimasukkan ke bagian Hukum Taklifi?
- Mubah dimasukkan ke bagian Hukum
Taklifi dalam rangka generalisir (taghlîb). Generalisiradalah:
memasukkan individu luar ke dalam kelompok yang sudah ada, karena ‘tanggung’
jika harus dibuatkan kelompok tersendiri
- Bisa juga dikatakan: karena mubah
hanya berkaitan dengan mukallaf (orang yang kena beban hukum taklifi). Sehingga
harus masuk ke kelompok Hukum Taklifi, bukan
ke kelompok Hukum Wadl’i[7].
Hikmah Pembagian Hukum Taklifi Jadi
5 (Menurut Jumhur)
HikmahPertama: Menghindarkan kesulitan
dari mukallaf
Bayangkan andai hanya ada dua hukumya
itu wajib dan haram. Bagaimana andai semua jenis shalat dari shalat dhuhur hingga shalat thuhur
(shalat sunnah setelah berwudu) wajib? Bagaimana andai puasa Ramadhan hingga puasa
Dawud (puasa dua hari sekali) wajib semua?
Hikmah Kedua: Ujian bagi mukallaf
Melakukan yang wajib saja dan meninggalkan
yang haram saja itu dekat dengan jiwa yang lemah, yang hanya takut dihukum tanpa
ambisi meraih pahala.
Adapun jika seorang hamba itu kuat
iman dan paham bahwa Syariat Islam datang untuk kebaikan dunia dan akhiratnya,
tentu dia takkanrela hanya melakukan yang wajib tanpa ditambah dengan yang
sunnah. Tentu dia takkan rela hanya meninggalkan yang haram tanpa juga menghindari
yang makruh[8].
Hikmah pembagian Hukum Taklifi ala
Jumhur Ulama jadi 5 jenis ini juga berlaku untuk pembagian Hukum Taklifi ala Hanafiyyah
(madzhab hanafi).
Pembagian HukumTaklifi Menurut Hanafiyyah
Menurut para ulama Madzhab Hanafi,
Hukum Taklifi dibagi menjadi 7, yaitu:
1. Kalau mengikuti ‘sebutan ala kelompok
pertama’:
a.
Fardl
b.
Îjâb
c.
Nadb
d.
Ibâhah
e.
Tahrîm
f.
Karâhah Tahrîmiyyah
g.
Karâhah Tanzîhiyyah
2. Kalau mengikuti ‘sebutan ala kelompok
kedua’:
a.
Fardl (‘wajib’ yang dalilnya qath’i
/ pasti)
b.
Wâjib (‘wajib’ yang dalilnya zhanni
/ belum pasti)
c.
Mandûb (sama artinya
dengan versi Jumhur)
d.
Mubâh (sama artinya dengan versi Jumhur)
e.
Harâm (‘haram’ yang dalilnya qath’i
/ pasti)
f.
MakrûhTahrîm (‘haram’
yang dalilnya zhanni / belum pasti)
g.
MakrûhTanzîh (‘makruh’
menurut Jumhur).
Tentu saja serial pembahasan ini akan
membahas jenis-jenis Hukum Taklifi ala Jumhur Ulama dengan metode sebutan:
wajib, mandub, mubah, haram dan makruh (atau mubah dibahas terakhir, lihat sikon).
Bahan Bacaan:
- Abu Zahrah, Muhammad, Ushûl
al Fiqh, Dar al Fikr al ‘Arabi
- Al Asyqar, Muhammad Sulaiman, al
Wâdlih fi Ushûl al Fiqh, Dar
as Salam, Kairo, cet. II, 1425 H / 2004 M
- An Namlah, ‘Abdulkarim, al
Muhadzdzab fi ‘Ilm Ushûl al Fiqh al Muqâran, Maktabah ar Rusyd, Riyadh,
cet. I, 1420 H / 1999 M
- Zaidan, ‘Abdulkarim, al
Wajîz fi Ushûl al Fiqh, Muassasah Qurthubah, cet. VI, 1396 H / 1976 M.
[3]Ada yang menyebutnya Îjâb (pewajiban),
seperti Muhammad Sulaiman al Asyqar dalam al Wâdlih fi Ushûl a l Fiqh hal. 25 dan Wahbah az Zuhaili dalam
Ushûl al Fiqh al Islâmi 1/45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar