Jumat, 06 Juli 2018

Hukum Taklifi

Dalam tulisan sebelumnya, telah kami sebutkan bahwa definisi hukum menurut ulama Ushul Fikih adalah: Khithab (pernyataan) Allah yang terkait dengan perbuatan seorang mukallaf. Adapun menurut ulama Fikih, hukum adalah: Pengaruh khithab Allah..dst.

Dalam tulisan sebelumnya juga telah sampaikan bahwa hukum ada dua macam yaitu:
- Hukum Taklifi (beban: perintah atau larangan)
- Hukum Wadh’i (peletakan / status).

Nah, pada tulisan kali ini saya akan menyampaikan tentang Hukum Taklifi.

Definisi Hukum Taklifi
Hukm Taklîfi (الْحُكْمُ التَّكْلِيْفِيُّ) adalah hukum yang
:
- menuntut untuk mengerjakan sesuatu (wajib dan sunnah),
- menuntut meninggalkan sesuatu (haram dan makruh),
-atau membebaskan antara mengerjakan atau meninggalkannya (mubah)[1].

Disebut sebagai Hukum Taklifi (Pembebanan), karena di situ ada beban untuk manusia[2].


Jenis-Jenis Hukum Taklifi
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum taklifi ada 5 macam, yang mereka berbeda cara menyebutkannya:

1. Kelompok Pertama menyebutnya:
            a. Wujûb[3]      (secara harfiah: kewajiban)
            b. Nadb            (penganjuran)
            c. Ibâhah          (pembolehan)
            d. Tahrîm          (pengharangan)
            e. Karâhah       (pemakruhan)

2. Kelompok Kedua menyebutnya
            a. Wâjib           (melakukan = berpahala, meninggalkan = berdosa)
            b. Mandûb       (melakukan = berpahala, meninggalkan = tidak berdosa)
            c. Mubâh         (melakukan / meninggalkan = tidak berpahala/dosa)
            d. Harâm         (melakukan = berdosa, meninggalkan = berpahala)
            e. Makrûh.       (melakukan = tidak berdosa, meninggalkan = berpahala)

Sebenarnya cara kelompok pertamalah yang lebih tepat, karena itulah hukum yang sebenarnya. Sementara wajib, mandub, dan sebagainya sebenarnya adalah “perbuatan yang dihukumi” dan bukan “hukum” itu sendiri[4].

Meski demikian, di serial pembahasan ini saya akan menggunakan cara kelompok kedua (wajib, mandub, mubah, haram, dan makruh) karena lebih mudah dipahami teman-teman pelajar dari Indonesia. Lagi pula, perbedaan antar kedua kelompok di atas bukan suatu hal yang fatal, istilahnya: khilâf lafzhi (beda lafal)[5].


Kenapa Hukum Taklifi Hanya Ada 5 Jenis?
Hukum Taklifi hanya ada 5 jenis karena:
1. HukumTaklifi hanya berputar pada perintah, larangan, dan pembebasan
2. Perintah ada yang merupakan perintah yang harus diikuti yaitu ‘wajib’, dan ada yang tidak harus diikuti yaitu ‘mandub’
3. Larangan pun ada larangan yang harus diikuti yaitu ‘haram’, dan ada yang tidak harus diikutiyaitu ‘makruh’
4. Pembebasan hanya ada: ‘mubah’[6].


Kenapa Mubah Juga Termasuk Hukum Taklifi?
Kata ‘taklifi’ artinya padanya terdapat beban / berhubungan dengan beban. Kenapa mubah yang merupakan pembebasan (bukan beban perintah atau larangan) juga dimasukkan ke bagian Hukum Taklifi?

- Mubah dimasukkan ke bagian Hukum Taklifi dalam rangka generalisir (taghlîb). Generalisiradalah: memasukkan individu luar ke dalam kelompok yang sudah ada, karena ‘tanggung’ jika harus dibuatkan kelompok tersendiri

- Bisa juga dikatakan: karena mubah hanya berkaitan dengan mukallaf (orang yang kena beban hukum taklifi). Sehingga harus masuk ke kelompok  Hukum Taklifi, bukan ke kelompok Hukum Wadl’i[7].


Hikmah Pembagian Hukum Taklifi Jadi 5 (Menurut Jumhur)
HikmahPertama: Menghindarkan kesulitan dari mukallaf
Bayangkan andai hanya ada dua hukumya itu wajib dan haram. Bagaimana andai semua jenis shalat dari shalat dhuhur hingga shalat thuhur (shalat sunnah setelah berwudu) wajib? Bagaimana andai puasa Ramadhan hingga puasa Dawud (puasa dua hari sekali) wajib semua?

Hikmah Kedua: Ujian bagi mukallaf
Melakukan yang wajib saja dan meninggalkan yang haram saja itu dekat dengan jiwa yang lemah, yang hanya takut dihukum tanpa ambisi meraih pahala.
Adapun jika seorang hamba itu kuat iman dan paham bahwa Syariat Islam datang untuk kebaikan dunia dan akhiratnya, tentu dia takkanrela hanya melakukan yang wajib tanpa ditambah dengan yang sunnah. Tentu dia takkan rela hanya meninggalkan yang haram tanpa juga menghindari yang makruh[8].

Hikmah pembagian Hukum Taklifi ala Jumhur Ulama jadi 5 jenis ini juga berlaku untuk pembagian Hukum Taklifi ala Hanafiyyah (madzhab hanafi).


Pembagian HukumTaklifi Menurut Hanafiyyah
Menurut para ulama Madzhab Hanafi, Hukum Taklifi dibagi menjadi 7, yaitu:

1. Kalau mengikuti ‘sebutan ala kelompok pertama’:
            a. Fardl
            b. Îjâb
            c. Nadb
            d. Ibâhah
            e. Tahrîm
            f. Karâhah Tahrîmiyyah
            g. Karâhah Tanzîhiyyah

2. Kalau mengikuti ‘sebutan ala kelompok kedua’:
            a. Fardl                        (‘wajib’ yang dalilnya qath’i / pasti)
            b. Wâjib                       (‘wajib’ yang dalilnya zhanni / belum pasti)
            c. Mandûb                   (sama artinya dengan versi Jumhur)
            d. Mubâh                     (sama artinya dengan versi Jumhur)
            e. Harâm                     (‘haram’ yang dalilnya qath’i / pasti)
            f. MakrûhTahrîm        (‘haram’ yang dalilnya zhanni / belum pasti)
            g. MakrûhTanzîh         (‘makruh’ menurut Jumhur).


Tentu saja serial pembahasan ini akan membahas jenis-jenis Hukum Taklifi ala Jumhur Ulama dengan metode sebutan: wajib, mandub, mubah, haram dan makruh (atau mubah dibahas terakhir, lihat sikon).


Bahan Bacaan:
- Abu Zahrah, Muhammad, Ushûl al Fiqh, Dar al Fikr al ‘Arabi
- Al Asyqar, Muhammad Sulaiman, al Wâdlih  fi Ushûl al Fiqh, Dar as Salam, Kairo, cet. II, 1425 H / 2004 M
- An Namlah, ‘Abdulkarim, al Muhadzdzab fi ‘Ilm Ushûl al Fiqh al Muqâran, Maktabah ar Rusyd, Riyadh, cet. I, 1420 H / 1999 M
- Zaidan, ‘Abdulkarim, al Wajîz fi Ushûl al Fiqh, Muassasah Qurthubah, cet. VI, 1396 H / 1976 M.


[1]Al Wajîz fi Ushûl al Fiqh karya ‘Abdulkarim Zaidan hal 26.
[2]Al Wajîz fi Ushûl al Fiqh karya ‘Abdulkarim Zaidan hal 26.
[3]Ada yang menyebutnya Îjâb (pewajiban), seperti Muhammad Sulaiman al Asyqar dalam al Wâdlih  fi Ushûl  a l Fiqh hal. 25 dan Wahbah az Zuhaili dalam Ushûl al Fiqh al Islâmi  1/45.
[4]Al Muhadzdzab fi ‘Ilm Ushûl al Fiqh al Muqâran karya ‘Abdulkarim bin ‘Ali  an Namlah 1/137.
[5]Al Muhadzdzab fi ‘Ilm Ushûl al Fiqh al Muqâran karya ‘Abdulkarim bin ‘Ali  an Namlah 1/137.
[6]Ushûl al Fiqh karya Muhammad Abu Zahrah hal. 28.
[7]Al Wajîz fi Ushûl al Fiqh karya ‘Abdulkarim Zaidan hal 26.
[8]Al Muhadzdzab fi ‘Ilm Ushûl al Fiqh al Muqâran karya ‘Abdulkarim bin ‘Ali an Namlah 1/141.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar