Latar Belakang
Pada masa dahulu, bangsa Arab hanya mengenal tanggal,
nama hari, dan nama bulan tetapi belum mengenal angka tahun. Mereka menandai
tahun hanya dengan peristiwa yang terjadi di tahun itu, seperti: Peristiwa Gajah,
Perang Fijar, dan Renovasi Ka’bah.
Kemudian di masa kekhalifahan Umar bin Khattab
radhiallahu ‘anhu ada ide untuk penomoran tahun hijriyah. Ada tiga kisah yang
masing-masing disebut sebagai latar belakangnya:
1. Abu Musa al Asy’ari selaku Gubernur Bashrah (di Irak)
waktu itu mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Khattab: “Sesungguhnya
telah datang kepada kami surat-surat dari Anda tanpa tanggal”
2. Ada kasus tentang catatan perjanjian hutang yang jatuh temponya bulan Sya’ban dibawa kepada Umar. Umar bertanya: “Sya’ban yang tahun lalu, tahun
ini, atau tahun depan?”
3. Seseorang dari Yaman datang dan mengatakan: “Di Yaman
saya melihat sesuatu yang mereka sebut penanggalan, mereka menulisnya dari
tahun sekian bulan sekian”.
Kemudian Umar bin Khattab mengumpulkan orang-orang dan
mereka menyepakati perlunya penanggalan untuk umat Islam.
Tahun Hijrahnya Nabi ﷺ Sebagai Tahun
Pertama Umat Islam
Tetapi mereka berbeda pendapat tentang tahun mana yang
dihitung sebagai Tahun Pertama Hijriyah:
1. Sebagian berpendapat: tahun lahirnya Nabi ﷺ,
2. Sebagian lainnya berpendapat: tahun Nabi ﷺ diangkat jadi
nabi,
3. Sebagian lainnya berpendapat: tahun Nabi ﷺ hijrah dari Mekah
ke Madinah,
4. Sebagian lainnya berpendapat: tahun Nabi ﷺ wafat.
Dari keempat pendapat di atas, Umar bin Khattab memilih
Tahun Hijrahnya Nabi ﷺ
sebagai Tahun Pertama Umat Islam. Umar bin Khattab mengatakan: “Hijrah
memisahkan kebenaran dengan kebatilan, buatlah penanggalan dengan (dari)nya”.
Karena Tahun Pertama di penanggalan Umat Islam adalah Tahun
Hijrahnya Nabi ﷺ,
maka penanggalan umat Islam disebut sebagai Tahun Hijriyyah.
Bulan Muharram Sebagai Bulan Pertama Hijriyyah
Setelah kesepakatan hasil musyawarah tentang ‘Tahun
Pertama adalah Tahun Hijrahnya Nabi ﷺ’,
mereka berbeda pendapat tentang bulan apa yang dijadikan sebagai bulan pertama:
1. Ada yang mengusulkan: Rajab
2. Ada yang mengusulkan: Ramadhan
3. Ada yang mengusulkan: Muharram. Bulan Muharram adalah usulan
‘Utsman dan ‘Ali radhiallahu ‘anhuma.
Umar bin Khattab radhiallahu menyetujui Bulan Muharram sebagai
Bulan Pertama Tahun Hijriyyah, yang kemudian disepakati umat Islam. Umar
mengatakan: “Muharram adalah waktu kembalinya orang-orang dari haji”. Selain
itu memang orang-orang Arab sejak dulu telah menjadikan bulan Muharram sebagai
awal tahun.
Peristiwa musyawarah penentuan Tahun Pertama dan Bulan
Pertama terjadi pada tahun 17 H, ada yang mengatakan pada tahun 16 H.
(Referensi utama untuk semua tulisan di atas -Latar
Belakang, Tahun Pertama, dan Bulan Pertama- adalah Fath al Bâri
karya Ibnu Hajar al ‘Asqalani).
Sebab Penamaan Bulan-bulan Hijriyyah
Dahulu orang-orang Arab menyebut bulan-bulan Hijriyyah
dengan nama yang berbeda-beda. Hingga pada masa Kilab (kakek kelima Rasulullah ﷺ), di akhir abad
kelima Masehi, ada penyeragaman nama-nama bulan di seluruh penjuru tanah Arab.
Berikut ini nama-nama bulan Kamariyyah (Hijriyyah) serta sebab
penamaannya sesuai urutannya:
1. Muharram (الْمُحَرَّمُ)
Muharram artinya ‘diharamkan’. Dinamai demikian sebab
bangsa Arab pra-Islam mengharamkan perang di bulan ini. Kata Ibnu Katsir:
“dinamai begitu untuk mempertegas keharamannya karena orang-orang Arab dulu
berubah-ubah, mereka menghalalkannya di suatu tahun dan mengharamkan di tahun
lainnya”.
Bentuk jamaknya adalah Muharramât (مُحَرَّمَاتُ),
Mahârim (مَحَارِمُ),
dan Mahârîm (مَحَارِيْمُ).
2. Shafar (صَفَرُ)
Shafar dinamai demikian karena kosongnya rumah mereka
untuk berperang dan bepergian. Dikatakan ‘tempat itu shafira (صَفِرَ)’
jika ia kosong.
Bentuk jamaknya adalah Ashfâr (أَصْفَارٌ).
3. Rabî’ al Awwal (رَبِيْعٌ اْلأَوَّلُ)
Bulan Rabi’ul Awwal (Musim Semi Pertama) dinamai demikian
karena irtibâ’ mereka di bulan ini. Irtibâ’ adalah menetap untuk
memakmurkan rabî’ (musim semi).
Bentuk jamaknya adalah Arbi’â` (أَرْبِعَاءُ)
seperti nashîb (نَصِيْبُ)
jamaknya adalah anshibâ` (أَنْصِبَاءُ),
dan Arbi’ah (أَرْبِعَةٌ) seperti raghîf (رَغِيْفٌ) jamaknya adalah arghifah (أَرْغِفَةٌ).
4. Rabî’ al Âkhir (رَبِيْعٌ اْلآخِرُ)
atau Rabî’ ats Tsâni (رَبِيْعٌ الثَّانِيْ)
Rabi’ul Akhir (Musim Semi Terakhir) atau Rabi’uts Tsani
(Musim Semi Kedua) dinamai demikian karena ia mengikuti bulan Rabi’ul Awwal.
5. Jumâda al Ûla (جُمَادَى اْلأُوْلَى)
dan Jumâda ats Tsâniyah (جُمَادَى
الثَّانِيَةُ)
Jumada dinamai demikian karena jumûd (beku)nya dan
keberadaannya (saat dinamai) di musim dingin.
Bentuk jamaknya adalah Jumâdiyyât (جُمَادِيَّاتٌ)
seperti hubâra (حُبَارَى)
dengan hubâriyyat (حُبَارِيَّاتٌ).
Jumada bisa dianggap mudzakkar (dianggap laki-laiki) dan
muannats (dianggap perempuan):
- dikatakan Jumâda al Ûla (جُمَادَى
اْلأُوْلَى, muannats)
dan Jumâda al Awwal (جُمَادَى اْلأَوَّلُ, mudzakkar),
- serta Jumâda al Âkhirah
(جُمَادَى اْلآخِرَةُ, muannats) dan Jumâda al
Âkhir (جُمَادَى اْلآخِرُ, mudzakkar).
7. Rajab (رَجَبٌ)
Rajab berasal dari kata tarjîb
(التَّرْجِيْبُ) yang artinya pengagungan.
Bentuk jamaknya adalah Arjâb (أَرْجَابٌ), Rijâb (رِجَابٌ), dan Rajabât (رَجَبَاتٌ).
8. Sya’bân (شَعْبَانُ)
Sya’ban (Pemisah) disebut
demikian sebab dia sya’-’aba (شَعَّبَ, memisah)
bulan Rajab dengan Ramadhan.
Ada yang mengatakan: sebab
kabilah-kabilah tatasya’-’abu (تَتَشَعَّبُ, saling
berpencar / berpisah) untuk berperang setelah berhenti perang di bulan Rajab.
Bulan Rajab adalah salah satu bulan haram yang waktu orang Arab tidak
berperang.
Bentuk jamaknya adalah Sya’âbîn
(شَعَابِيْنُ) dan Sya’bânât (شَعْبَانَاتٌ).
9. Ramadhân (رَمَضَانُ)
Ramadhan berasal dari ‘kuatnya rhamdhâ`
(الرَّمْضَاءُ’ yaitu panas. Bentuk jamaknya
adalah Ramadhânât (رَمَضَانَاتٌ), Ramâdhânîn
(رَمَضَانِيْنُ), dan Armidhah (أَرْمِضَةٌ).
10. Syawwâl (شَوَّالٌ)
Syawal dinamai begitu karena buah-buahan dan hasil
pertanian mengering pada waktu dinamai. Dikatakan ‘tasyawwalat (تَشَوَّلَتْ)
onta’ jika susunya mengering dan berkurang.
Bentuk jamaknya adalah Syawâwil (شَوَاوِلُ),
Syawâwîl (شَوَاوِيْلُ), dan Sawwâlât (شَوَّالاَتٌ).
11. Dzu al Qa’dah (ذُو الْقَعْدَةِ)
Dzul Qa’dah (ber-duduk) dinamai demikian sebab orang Arab
dahulu duduk, tidak bepergian dan tidak berperang di bulan tersebut.
Bentuk jamaknya adalah Dzawât al Qa’dah (ذَوَاتُ الْقَعْدَةِ).
12. Dzu al Hijjah (ذُو
الْحِجَّةِ)
Dzul Hijjah (ber-haji) dinamai demikian karena orang Arab
dahulu menunaikan haji di bulan tersebut.
Bentuk jamaknya adalah Dzawât al Hijjah (ذَوَاتُ الْحِجَّةِ).
(Referensi utama tentang Sebab Penamaan Bulan-bulan
Hijriyyah adalah al Masyhûr fi Asmâ` al Ayyâm wa asy Syuhûr karya as
Sakhawi, yang dinukil Ibnu Katsir dalam Tafsîr al Qur`ân al ‘Azhîm).
4 Bulan Haram
Dari kedua belas bulan di atas, ada empat bulan haram
yaitu:
- Bulan ke-11 yaitu Dzul Qa’dah
- Bulan ke-12 yaitu Dzul Hijjah
- Bulan ke-1 yaitu Muharram
- Bulan ke-7 yaitu Rajab.
Kalau diamati, tiga bulan haram datang berurutan (Dzul
Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram) dan satu lagi terpisah (Rajab).
Alasannya adalah bahwa asalnya hanya ada tiga bulan
haram. Kemudian salah satu kakek moyang Nabi ﷺ yaitu Mudhar mengharamkan Rajab untuk dirinya sendiri,
kemudian diikuti oleh bangsa Arab dan kemudian juga diakui oleh Islam.
Kata Haram dalam ‘Bulan Haram’ bukanlah Harâm
(الْحَرَامُ) dalam artian dilarang, tetapi Haram (الْحَرَمُ)
yang artinya mulia. Jadi, Bulan Haram artinya bulan yang mulia.
Pentingnya Kalender Hijriyyah
Penggunaan kalender hijriyyah sangat penting sebab banyak
ibadah yang terkait dengan bulan kamariyah (hijriyyah) seperti puasa Ramadhan,
haul zakat mal (satu tahun hijriyyah), dan haji.
Penggunaan kalender hijriyyah juga sangat penting supaya
kita lebih mudah mengingat dan mengambil inspirasi dari kejayaan umat Islam di
masa lalu. Supaya kita lebih mudah mengingat dan mengambil pelajaran dari
peristiwa perang Badar, penaklukan Mekah, Perang Qadisiyah, dan sebagainya.
Pertanyaannya, sudahkah kita ber-kalender hijriyyah dalam
kehidupan sehari-hari? Atau jangan-jangan kita masih dalam level berdebat
bolehkah penggunaan Ilmu Hisab-Falak sebagai untuk menetapkan awal bulan?
Sumber kedua gambar: dokumen pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar