Senin, 12 Februari 2018

DEFINISI DAN CONTOH KAIDAH FIKIH





DEFINISI KAIDAH FIKIH (QÂ’IDAH FIQHIYYAH)
Kata-kata yang dibentuk dari huruf dasar ق – ع – د tidak pernah lepas dari makna ‘tetap’ dan kokoh[1].
Qâ’idah (الْقَاعِدَةُ) secara bahasa artinya pondasi, yang di atasnya sesuatu dibangun; baik secara fisik seperti qa’idah (pondasi) rumah maupun maknawi seperti qa’idah(pondasi)  agama[2].
Bentuk jamak dari qâ’idah adalah Qawâ’id (الْقَوَاعِدُ)[3].

Para ulama berbeda-beda saat menerangkan definisi Qâ’idah Fiqhiyyah. Akan tetapi definisi-definisi yang mereka sebut substansinya sama saja, yang lebih kurang adalah:

حُكْمٌ كٌلِّيٌّ يَنْطَبِقُ عَلَى جَمِيْعِ جُزْئِيَّاتِهِ أَوْ أَكْثَرِهَا لِتُعْرَفَ أَحْكَامُهَا مِنْهَ
“Hukum universal, yang berlaku atas semua atau mayoritas obyeknya, untuk mengetahui hukum-hukum mereka (obyek-obyek) dengannya (hukum universal) itu”[4].

CONTOH KAIDAH FIKIH
1. الْأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا artinya: segala perkara tergantung tujuannya
2. الْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ artinya: adat jadi hukum
3. الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ artinya: asal segala sesuatu itu boleh
4. الضَّرَرُ لَا يُزَالُ بِمِثْلِهِ artinya: madharat (bahaya) tidak boleh ditolak dengan bahaya yang semisal
5. الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ artinya: hal-hal darurat membolehkan larangan
6. مَا حَرُمَ أَخْذُهُ حَرُمَ إِعْطَاؤُهُ artinya: sesuatu yang haram diambil, berarti haram diberikan
7. الْعِبْرَةُ لِلْغَالِبِ الشَّائِعِ لَا لِلنَّادِرِ artinya: yang jadi pegangan adalah yang biasa dan sering terjadi, bukan yang jarang.

Misalnya dalam kaidah kelima (hal-hal darurat membolehkan larangan), kaidah ini membolehkan:
- Makan dan minum hal yang diharamkan jika khawatir akan keselamatan nyawa
- Berbohong dibolehkan untuk menyelamatkan nyawa seseorang
- Membicarakan cela seorang rawi hadits dibolehkan, asalkan hanya membahas cela yang terkait dengan periwayatan hadits.

Bayangkan, hanya dengan kalimat-kalimat singkat (baca: kaidah fikih) di atas, Anda sudah menguasai banyak sekali hukum-hukum fikih. Menarik kan?

Bahan Bacaan:
- Al Mufassal fi al Qawa’id al Fiqhiyyah karya Ya’qub bin ‘Abdulwahhab al Bahusain, cet. II tahun 1432 H (2011 M), Dar at Tadmuriyyah, Riyadh
- Al Qawâ’id al Fiqhiyyah karya ‘Abdul’aziz ‘Azzam, cet. tahun 1426 H (2005 M), Dar al Hadits, Kairo
- Al Wajîz fi Syarh al Qawâ’id al Fiqhiyyah fi asy Syarî’ah al Islâmiyyah karya ‘Abdulkarim Zaidan, cet. I tahun 1422 H (2001 M), Muassasah ar Risalah, Beirut.


[1]Al Mufassal fi al Qawâ’id al Fiqhiyyah karya Ya’qub bin ‘Abdulwahhab al Bahusain, hal. 23.
[2]Al Qawâ’id al Fiqhiyyah karya ‘Abdul’aziz ‘Azzam, hal. 11.
[3]Al Qawâ’id al Fiqhiyyah karya ‘Abdul’aziz ‘Azzam, hal. 11.
[4]Al Wajîz fi Syarh al Qawâ’id al Fiqhiyyah fi asy Syarî’ah al Islâmiyyah karya ‘Abdulkarim Zaidan, hal. 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar