Kaidah Fikih banyak macamnya, dan dibagi berdasarkan
beberapa jenis pembagian. Di antaranya:
A. Pembagian Berdasarkan Sifat Universalitas-nya
1.
Kaidah-kaidah Universal yang Besar (الْقَوَاعِدُ الْكُلِّيَّةُ
الْكُبْرَى)
Yaitu kaidah-kaidah yang masuk ke dalam seluruh
/ sebagian besar lini kehidupan[1],
dan ada kaidah-kaidah lainnya yang menginduk padanya[2].
Kaidah jenisini adalima, yaitu:
a.
الْأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا (Segala
perkara tergantung tujuannya)
b. الْيَقِيْنُ لَا يَزُوْلُ
بِالشَّكِّ (Keyakinan tidak bisa hilang dengan
keraguan)
c. الْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ
التَّيْسِيْرَ (Kesulitan mengundang kemudahan)
d. الضَّرَرُ يُزَالُ (Bahaya harus dihilangkan)
Selain lima di atas, kita
juga bisa tambahkan dua lagi yaitu:
f. إِعْمَالُ الْكَلَامِ أَوْلَى
مِنْ إِهْمَالِهَ (Memperhitungkan kalam lebih utama dari mengacuhkannya)
2. Kaidah-kaidah kecil (Shughra)
Yaitu kaidah-kaidah
yang tidak termasuk “Kaidah-kaidah Universal yang Besar”[5].Bisa
juga kita katakan: kaidah-kaidah yang mencakup banyak lini kehidupan, tetapi tidak
sebanyak cakupkan “KaidahUnversal yang Besar di atas”[6].
Kaidah-kaidah kecil ini
dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Kaidah yang menginduk pada Kaidah Besar
Contohnya kaidah “Darurat
membolehkan larangan” yang menginduk pada Kaidah Besar “Kesulitan mengundang kemudahan”.Contoh
lain: kaidah “Tidak diingkari perubahan hukum akibat perubahan tempat dan waktu”.
b.Kaidah yang berdiri sendiri (tidak menginduk ke Kaidah
Besar)
Contohnya adalah kaidah
“Ijtihad tidak bisa dibatalkan dengan ijtihad” dan “Mengatur rakyat itu berpedoman
pada kemaslahatan”. Kedua kaidah ini tidak menginduk ke Kaidah Besar manapun.
(Sebagian menambahkan:)
c. Kaidah-kaidah Khusus
Kaidah Khusus (Dhabith
Fikih) adalah kaidah yang hanya berlaku untuk satu atau dua bab fikih saja.
Seperti “Setiap kaffarat yang disebabkan tindak maksiat, harus dibayar segera”[7].
Menurut saya Kaidah-kaidah
khusus (Dhabith-dhabith Fikih) ini sebaiknya tidak dihitung sebagai Kaidah.
B.
Pembagian Berdasarkan Independensinya (Berdiri Sendiri atau Tidak)
1. Kaidah yang Independen (Mustaqillah),
tidak menginduk ke kaidah lain
Yaitu kaidah yang
bukan cabang (ketentuan atau perkecualian) untuk kaidah lainnya.Contoh:
a. 5
Kaidah Universal yang Besardan 2 tambahannya
b.
“Ijtihad tidak bisa dibatalkan dengan ijtihad”
2. Kaidah yang Menginduk (Tâbi’ah), menginduk
ke kaidahlainnya
Yaitu kaidah yang
merupakan cabang untuk kaidah lainnya. Contoh:
a. “Adat jadi hukum untuk hal
yang tidak ada ketentuan syar’inya” adalah ketentuan untuk kaidah “Adat itu
dijadikan hukum”
b. “Darurat membolehkan larangan”
adalah perkecualian dari hukum larangan syar’i[8].
C.
Pembagian Berdasarkan Penerimaan Para Ulama
1. Kaidah yang disepakati seluruh ulama
Seperti 5 Kaidah Universal
yang Besar, dan mayoritas kaidah fikih lainnya[9].
2. Kaidah yang diperselisihkan para ulama
Ada yang menggunakan kaidah
ini, ada pula yang menolaknya[10].
Bagian kedua ini bisa dibagi:
a.Kaidah yang disetujui mayoritas ulama
Contoh: “Ijtihad tidak
bisa dibatalkan dengan ijtihad” dan “hukum had ditolak dengans yubhat terlemah”
Contoh: “Apakah zhann
(sangkaan) bisa dibatalkan dengan zhann?”
c.Kaidah yang diperselisihkan antar ulama sebuah madzhab
Contoh: “Yang wajib itu
benar atau berusaha (supaya benar)?”.
Kaidah-kaidah yang
diperselisihkan para ulama ini sebetulnya tidak begitu banyak, terutama untuk jenis
“diperselisihkan antar madzhab” dan “diperselisihkan antar ulama sebuah madzhab”.
Kaidah-kaidah yang
saya bahas setelah rangkaian mukadimah ini, insya Allah lebih ke “Kaidah yang
Disepakati” dan “Kaidah yang Disetujui Mayoritas Ulama”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar