Selasa, 04 Desember 2018

Pembagian Wajib II : Berdasarkan Takarannya


Di tulisan sebelumnya, Anda membaca bahwa wajib dibagi berdasarkan waktunya:
- Wajib Muthlaq (terikat waktu)
- Wajib Muqayyad (tidak terikat waktu):
            - Muwassa’      : waktunya banyak
            - Mudhayyaq   : waktunya sedikit (pas dengan pelaksanaannya)
            - Dzu Syibhain : waktunya banyak di satu sisi, tetapi sedikit di sisi yang lain.

Nah pada kesempatan kali ini Anda akan membaca pembagian wajib berdasarkan takarannya.

Berdasarkan takarannya, wajib dibagi menjadi dua yaitu:

A. Wajib Muhaddad (ada takarannya)
B. Wajib Ghayr Muhaddad (tidak ada takarannya).


A. Wajib Muhaddad
Wâjib Muhaddad (الْوَاجِبُ الْمُحَدَّدُ) ini secara bahasa berasal dari had (الْحَدُّ) yang artinya pemisahan. Kemudian, hdîd (التَّحْدِيْدُ) artinya adalah pemisahan antara beberapa hal dengan suatu pemisah[1], sehingga Muhaddad (الْمُحَدَّدُ) secara bahasa maknanya adalah sesuatu yang dipisahkan (dibedakan) dari lainnya.

Secara istilah, Wâjib Muhaddad artinya adalah kewajiban yang ditentukan takarannya dari syariat, dan dibedakan dengan kewajiban lainnya (dengan takaran tersebut)[2].

Hukum Wajib Muhaddad: Wajib Muhaddad belum gugur kewajibannya sebelum dilaksanakan dengan sifat (rukun dan syarat yang ditetapkan oleh syariat. Wajib Muhaddad yang belum ditunaikan (selain berdosa juga) dianggap sebagai hutang dan boleh diperkarakan jika tidak ditunaikan, tanpa menunggu ada putusan hakim atau kesepakatan kedua belah pihak[3].

Putusan hakim dan kesepakatan kedua belah pihak tidak diperlukan di sini, karena fungsi putusan hakim dan kesepakatan adalah menentukan takaran yang harus dilaksanakan. Padahal Wajib Muhaddad sudah ditentukan takarannya oleh syariat.

Misalnya ada orang punya hutang satu juta kepada Anda, dan tidak kunjung dilunasi. Anda boleh membawa masalah ini ke pengadilan.
Begitu juga orang yang pernah bernazar “besok akan membangun panti asuhan”. Umpama besoknya dia tidak melaksanakan nazarnya, berarti dia masih punya ‘hutang’ membangun panti asuhan.

Contoh Wajib Muhaddad adalah: shalat lima waktu (seperti dalam hal jumlah rakaatnya), zakat (seperti jumlah yang harus dibayarkan), dan membayar hutang[4].



B. Wajib Ghayr Muhaddad
Wâjib Ghayr Muhaddad (الْوَاجِبُ غَيْرُ الْمُحَدَّدِ) -secara istilah- adalah kewajiban yang yang tidak ada takarannya dari syariat[5].

Contohnya adalah ukuran: nafkah untuk istri, tolong menolong dalam kebajikan dan ketakwaan, dan berbuat baik kepada orang lain. Hal-hal seperti ini tidak ada (dan memang tidak memerlukan) takarannya dari syariat. Takarannya adalah situasi (kebutuhan), adat istiadat, dan keputusan hakim[6].

Hukum Wajib Ghayr Muhaddad: Wajib Ghayr Muhaddad yang belum ditunaikan (walaupun berdosa) tidak dianggap sebagai ‘hutang’ dan tidak bisa diperkarakan, kecuali bila ada keputusan dari hakim atau kesepakatan kedua belah pihak[7].

Keputusan hakim atau kesepakatan berfungsi menentukan takarannya, jika takarannya sudah ditentukan maka ia berpindah menjadi Wajib Muhaddad.

Misalnya ketika ada kesepakatan antara sekolah dan wali murid tentang biaya iuran pendidikan, atau ada putusan hakim. Jika selama sekian bulan wali murid mangkir dari biaya yang diputuskan hakim atau yang disepakati, maka pihak sekolah berhak mengambil tindakan yang diperlukan.


Bahan Bacaan:
- Al Judai’, ‘Abdullah bin Yusuf, Taysîr ‘Ilm Ushûl al Fiqh, Muassasah ar Rayyan, Beirut, cet. I. 1418 H / 1997 M, hal. 19-22
- An Namlah, ‘Abdulkarim, al Muhadzdzab fi ‘Ilm Ushûl al Fiqh al Muqâran, Maktabah ar Rusyd, Riyadh, cet. I, 1420 H / 1999 M, jilid I hal.155-156
- Az Zuhaili, Wahbah, Ushûl al Fiqh al Islâmi, Dar al Fikr, Damaskus, cet. I, 1406 H / 1986 M.


[1] Al Muhadzdzab fi ‘Ilm Ushûl al Fiqh al Muqâran karya ‘Abdulkarim bin ‘Ali an Namlah 1/160.
[2] Al Muhadzdzab fi ‘Ilm Ushûl al Fiqh al Muqâran karya ‘Abdulkarim bin ‘Ali an Namlah 1/160.
[3] Ushûl al Fiqh al Islâmi karya Wahbah az Zuhaili 1/59.
[4] Ushûl al Fiqh al Islâmi karya Wahbah az Zuhaili 1/59.
[5] Taysîr ‘Ilm Ushûl al Fiqh karya ‘Abdullah Yusuf al Judai’ hal. 26.
[6] Taysîr ‘Ilm Ushûl al Fiqh karya ‘Abdullah Yusuf al Judai’ hal. 26.
[7] Ushûl al Fiqh al Islâmi karya Wahbah az Zuhaili 1/60.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar