Di sini saya
terjemahkan fatwa dari Fatâwa al-Lajnah ad-Dâimah li al-Buhûts
al-‘Ilmiyyah wa al-Iftâ` (Fatwa-fatwa Komisi Tetap Untuk Pembahasan Ilmiah dan
Fatwa, MUI-nya Saudi Arabia), cet. Dâr al-Muayyid, 14/224-225. Selamat
mambaca..
Pertanyaan: Apa hukum tentang umur anak
yatim secara syar’i? dengan kata lain: sampai umur berapa seorang anak yatim
dianggap yatim?
Jawab: Dia dianggap yatim sampai ia
balig. Balig diketahui dengan tanda-tandanya, di antaranya: 1) keluar mani
ketika tidur (mimpi basah) maupun ketika sadar dengan disertai syahwat, 2)
tumbuh rambut kasar di bawah perut (bulu kemaluan) baik laki-laki maupun
perempuan, 3) haid bagi perempuan.
Jika tetap
tidak menunjukkan tanda balig, maka dianggap balig ketika ia mencapai umur lima
belas tahun menurut pendapat yang benar dari dua pendapat ulama. Ini
berdasarkan hadits shahih dari Ibn ‘Umar radlialllâhu’anhuma bahwasanya
dia diajukan kepada Nabi ﷺ pada
waktu perang Uhud ketika berusia empat belas tahun, dan beliau tidak
membolehkannya. Kemudian Ibn ‘Umar diajukan lagi pada waktu perang Khandaq
ketika berusia lima belas tahun, dan beliau membolehkannya[1].
Maksudnya,
Ibnu ‘Umar dan anak-anak lainnya diajukan (kepada Nabi ﷺ) untuk mengetahui siapa yang yang sudah balig sehingga
diijinkan ikut berperang, dan siapa yang belum balig sehingga tidak diijinkan
ikut berperang. Maka ketika Nabi ﷺ menolak Ibn ‘Umar ketika berumur empat belas tahun dan membolehkannya
ketika dia berumur lima belas tahun, menunjukkan bahwa umur balig (bagi yang
tidak / terlambat menunjukkan tanda balig) adalah lima belas tahun.
Wa billâhi
at-tawfîq, wa shallallâhu ‘ala nabiyyina Muhammad wa âlihi wa shahbihi
wa sallam.
Ketua: Syaikh ‘Abdul’azîz bin
‘Abdullâh bin Bâz
Wakil: Syaikh ‘Abdurrazzâq ‘Afîfi
Anggota: Syaikh ‘Abdullâh bin Ghudyân
Anggota: Syaikh ‘Abdullâh bin Qu’ûd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar