Selasa, 15 November 2016

MENGENAL ILMU SHARAF



Untuk memahami kalimat dalam bahasa apapun, setidaknya Anda harus mengerti dua hal. Dua hal yang harus ada mengerti adalah arti tiap kata dan kedudukannya (subyek, predikat, dsb) dalam kalimat itu.

Misalnya ada kalimat: Kejujuran menguntungkan pedagang. Dalam bahasa Arab, fakta bahwa “kejujuran” adalah subyek, “menguntungkan” adalah predikat, dan “pedagang” adalah obyek dibahas dalam ilmu nahwu.

Sedangkan:

- Kejujuran berasal dari kata jujur yang artinya berbicara sesuai dengan keyakinan
- Menguntungkan adalah bentuk me-kan dari kata “untung”, yang menunjukkan arti “membuat”
- Pedagang adalah bentuk pe- dari kata “dagang”, yang menunjukkan arti “pelaku / orang yang ber-”,
Itu dibahas dalam ilmu sharaf.

Jadi singkatnya, ilmu sharaf adalah ilmu terkait cara menyusun sebuah pecahan kata dari kata dasar. Seperti tentang membentuk kata نَصَرَ menjadi نَاصِرٌ (penolong), اسْتَنْصَرَ (minta tolong), dan seterusnya.

Mudah dipahami kan? Kalau yang di atas adalah penjelasan bebas, sekarang kita akan mempelajarinya secara ilmiah:

DEFINISI SHARAF
Sharf (الصَّرْفُ) dan tashrîf (التَّصْرِيْفُ, selanjutnya disebut sharaf dan tashrif) secara bahasa artinya: merubah atau memalingkan. Dalam al-Quran disebutkan:
صَرَفَ اللهُ قُلُوْبَهُمْ
“Allah men-sharaf hati mereka” (QS at-Taubah: 127), maksudnya: memalingkan.
Dalam al-Quran juga disebutkan:
وَتَصْرِيْفُ الرِّيَاحِ
“Dan tashrîf angin” (QS al-Baqarah: 164), maksudnya: pengubahan arah angin.
Jadi, sharaf dan tashrif -secara bahasa- adalah kegiatan memalingkan merubah sebuah kata menjadi kata yang lain, atau ilmu yang mempelajari hal itu.

Secara istilah, sharf dan tashrif memiliki dua makna:
1. Sharaf dan tashrif sebagai sebuah kegiatan: merubah sebuah kata dasar menjadi kata-kata lainnya. Seperti merubah كَتَبَ (telah menulis) menjadi يَكْتُبُ (sedang atau akan menulis), كَاتِبٌ (penulis), dan lainnya
2. Sharaf dan tashrif sebagai sebuah ilmu: ilmu ilmu yang berisi kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan keadaan bentuk kata, selain keadaan i’râb dan binâ`.

I’râb adalah keadaan dimana akhir sebuah kata berubah-ubah tergantung keadaannya dalam sebuah kalimat, sedangkan binâ` adalah keadaan dimana akhir sebuah kata tidak pernah berubah.

Itulah definisi sharaf dan tashrif menurut ulama mutaakhirin, mereka menyamakan kedua istilah ini. Adapun ulama mutaqaddimin, mereka mengartikan sharaf sebgai sebuah ilmu dan mengartikan tashrif sebagai sebuah kegiatan merubah kata dasar menjadi kata-kata lainnya.


TEMA BAHASAN ILMU SHARAF
Kata-kata dari bahasa Arab dari segi: mengandung huruf illat (ا, و, ي) atau tidak, hanya terdiri dari huruf asli (misal: غَفَرَ) atau ada huruf tambahannya (اسْتَغْفَرَ), dan lainnya.

Ilmu sharaf hanya membahas isim-isim (kata benda) yang mutamakkin (mu’rab)[1] dan fi’il-fi’il (kata kerja) yang mutasharrif[2]. Adapun bentuk ganda (mutsanna) dan jamak dari sebagian isim mawshûl (seperti اللَّذَيْنِ) dan isim isyârah (seperti هَذَيْنِ) misalnya, itu hanya bentuk zhahirnya saja.


ORANG YANG PERTAMA KALI MEMBAHAS ILMU SHARAF
Orang pertama yang meletakkan kaidah-kaidah ilmu sharaf adalah Mu’adz bin Muslim al-Harra`, setelah sebelumnya hanya dibahas para ulama sebelumnya dalam bingkai ilmu bahasa Arab (umum).


TUJUAN MEMPELAJARI SHARAF
Tujuan mempelajari sharaf adalah agar kita bisa membentuk sebuah kata dengan makna tertentu dari kata dasarnya, atau memahami makna sebuah kata berdasarkan jenis pecahannya.


Bahan Bacaan:
- Syadza al-‘Arf fi Fann ash-Sharf karya Ahmad al-Hamalawi
- Durûs at-Tashrîf karya Muhammad Muhyiddin ‘Abdulhamid.




[1] Isim yang mutamakkin (mu’rab): isim yang harakat huruf berubah-ubah, misalnya: جَاءَ الْمُدَرِّسُ dan رَأَيْتُ الْمُدَرِّسَ.
Adapun isim yang tidak mutamakkin (mabni) misalnya: مَنْ جَاءَ؟ dan رَأَيْتُ مَنْ جَاءَ.
[2] Fi’il yang mutasharrif adalah fi’il yang memiliki bentuk mâdli (telah..), mudlâri’ (sedang / akan..), dan amr (perintah). Seperti: كَتَبَ (telah menulis), يَكْتُبُ (sedang / akan menulis), dan اكْتُبْ (tulislah).
Adapun fi’il yang tidak mutasharrif (disebut jâmidi) misalnya: لَيْسَ (bukan). Fi’il jâmid tidak terkait waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar