THAHARAH SEBAGAI SYARAT SAH
A. Shalat
Thaharah (badan, pakaian, dan
tempat) adalah syarat sah shalat sebagaimana yang disepakati seluruh ulama. Di
antara dalilnya:
1. Dalil bersih dari hadats:
firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأيْدِيَكُمْ
إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى
الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tangnmu sampai dengan siku,
dan usaplah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki” QS al-Maidah: 6)
2. Dalil bersih badan dari
najis: firman Allah:
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيْمَ وَإِسْمَاعِيْلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ
لِلطَّائِفِيْنَ وَالْعَاكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ
“Dan telah Kami perintahkan
kepada Ibrahim dan Ismail: ‘bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang
thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud’” (QS al-Baqarah: 125).
B. Thawaf
Thawaf tidak sah tanpa thaharah
karena thawaf juga termasuk shalat. Rasulullah ﷺ bersabda:
الطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَلَاةِ إِلَّا أَنَّكُمْ
تَتَكَلَّمُوْنَ فِيْهِ، فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيْهِ فَلَا يَتَكَلَّمَنَّ إِلَّا
بِخَيْرٍ
“Thawaf di sekeliling ka’bah
itu seperti shalat, hanya saja kalian (boleh) berbicara. Barang siapa berbicara
ketika thawaf maka jangan sekali-kali bicara melainkan yang baik” (HSR
Tirmidzi).
NIAT DALAM THAHARAH
Seluruh ulama sepakat bahwa
niat bukan menjadi syarat sahnya bersih dari najis. Contoh gambarannya: jika
kaki Anda terkena najis lalu kebetulan Anda berjalan di sungai dan najis itu
hilang, maka Anda tidak perlu membersihkan lagi karena sudah tidak ada najis
lagi di kaki.
Meski begitu, Anda tidak
mendapatkan pahala (dalam keadaan di atas) karena Anda tidak meniatkannya. Maka
yang lebih baik adalah dengan berniat, agar mendapatkan pahala.
Adapun untuk bersih dari
hadats disyaratkan niat, karena bersih dari hadats adalah ibadah ghayr
ma’qûlah (yang tidak dapat dinalar dengan pasti maksud dan tujuannya). Dan
berbeda dengan membersihkan najis, sangat sulit membayangkan ada orang yang
melakukan gerakan berwudu atau tayammum tanpa meniatkannya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Setiap
PERBUATAN itu dengan niat, dan masing-masing orang mendapatkan apa yang
diniatkannya” (HSR Bukhari).
Hanya
saja, ada beberapa hal yang dikecualikan (sah tanpa niat) semisal:
1.
Amalan hati, seperti mencintai Allah
2.
Perbuatan maksiat tanpa uzur (seperti jika tidak sengaja)
3. Amal ibadah (yang bukan amalan hati) yang
bisa dinalar sebab dan tujuannya. Misalnya membersihkan najis. Jika ‘tanpa
sengaja’ najis sudah bersih, bukan berarti Anda harus mencuci ulang bagian
tubuh yang sebelumnya terkena najis. Namun begitu, Anda tidak mendapat pahala
karena orang yang tidak berniat itu tidak dapat pahala, sebagaimana kalimat
kedua dari hadits di atas.
Bahan
Bacaan:
- Al-Fiqh
al-Muyassar karya ‘Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, ‘Abdullah bin
Muhammad al-Muthliq, dan Muhammad bin Ibrahim al-Musa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar