Selasa, 15 November 2016

MUKADIMAH THAHARAH II (HABIS)


THAHARAH SEBAGAI SYARAT SAH
A. Shalat
Thaharah (badan, pakaian, dan tempat) adalah syarat sah shalat sebagaimana yang disepakati seluruh ulama. Di antara dalilnya:
1. Dalil bersih dari hadats: firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tangnmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki” QS al-Maidah: 6)
2. Dalil bersih badan dari najis: firman Allah:
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيْمَ وَإِسْمَاعِيْلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِيْنَ وَالْعَاكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud’” (QS al-Baqarah: 125).

B. Thawaf
Thawaf tidak sah tanpa thaharah karena thawaf juga termasuk shalat. Rasulullah bersabda:
الطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَلَاةِ إِلَّا أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُوْنَ فِيْهِ، فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيْهِ فَلَا يَتَكَلَّمَنَّ إِلَّا بِخَيْرٍ
“Thawaf di sekeliling ka’bah itu seperti shalat, hanya saja kalian (boleh) berbicara. Barang siapa berbicara ketika thawaf maka jangan sekali-kali bicara melainkan yang baik” (HSR Tirmidzi).


NIAT DALAM THAHARAH
Seluruh ulama sepakat bahwa niat bukan menjadi syarat sahnya bersih dari najis. Contoh gambarannya: jika kaki Anda terkena najis lalu kebetulan Anda berjalan di sungai dan najis itu hilang, maka Anda tidak perlu membersihkan lagi karena sudah tidak ada najis lagi di kaki.
Meski begitu, Anda tidak mendapatkan pahala (dalam keadaan di atas) karena Anda tidak meniatkannya. Maka yang lebih baik adalah dengan berniat, agar mendapatkan pahala.

Adapun untuk bersih dari hadats disyaratkan niat, karena bersih dari hadats adalah ibadah ghayr ma’qûlah (yang tidak dapat dinalar dengan pasti maksud dan tujuannya). Dan berbeda dengan membersihkan najis, sangat sulit membayangkan ada orang yang melakukan gerakan berwudu atau tayammum tanpa meniatkannya.

Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Setiap PERBUATAN itu dengan niat, dan masing-masing orang mendapatkan apa yang diniatkannya” (HSR Bukhari).
Hanya saja, ada beberapa hal yang dikecualikan (sah tanpa niat) semisal:
1. Amalan hati, seperti mencintai Allah
2. Perbuatan maksiat tanpa uzur (seperti jika tidak sengaja)
3.  Amal ibadah (yang bukan amalan hati) yang bisa dinalar sebab dan tujuannya. Misalnya membersihkan najis. Jika ‘tanpa sengaja’ najis sudah bersih, bukan berarti Anda harus mencuci ulang bagian tubuh yang sebelumnya terkena najis. Namun begitu, Anda tidak mendapat pahala karena orang yang tidak berniat itu tidak dapat pahala, sebagaimana kalimat kedua dari hadits di atas.


Bahan Bacaan:
­- Al-Fiqh al-Muyassar karya ‘Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, ‘Abdullah bin Muhammad al-Muthliq, dan Muhammad bin Ibrahim al-Musa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar