Definisi Murakkab
Murakkab (الْمُرَكَّبُ)
artinya susunan. Maksudnya di sini: gabungan dua kalimah atau lebih yang
menghasilkan suatu fâidah.
Fâidah
artinya: informasi baru hasil penyusunan dua kata atau lebih. Misalnya kata ذَهَبَ (pergi) dan مُحَمَّدٌ (Muhammad), jika disusun akan
menjadi ذَهَبَ
مُحَمَّدٌ (Muhammad pergi)
. Hasil penyusunan itu memberi kita informasi baru bahwa: Muhammad melakukan pekerjaan ‘pergi’, atau: yang pergi adalah Muhammad.
. Hasil penyusunan itu memberi kita informasi baru bahwa: Muhammad melakukan pekerjaan ‘pergi’, atau: yang pergi adalah Muhammad.
Adapun ma’na adalah: arti
sebuah kalimah. Seperti pergi adalah ma’na ذَهَبَ dan kantor adalah makna الْمَكْتَبُ. Ringkasnya, ma’na adalah
arti sebuah kata dan fâidah adalah informasi baru hasil penyusunan dua
kata atau lebih.
Fâidah yang
dihasilkan oleh sebuah murakkab adakalanya sempurna, dan ada kalanya
tidak sempurna. Sebuah fâidah dikatakan sempurna bila pendengar sudah
tidak perlu menunggu kata berikutnya.
* Contoh tarkîb yang
menghasilkan fâidah tidak sempurna:
- إِنْ ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (jika Muhammad pergi), pendengar
masih menunggu apa akibat jika Muhammad pergi
- كِتَابُ مُحَمَّدٍ (buku Muhammad), pendengar masih
menunggu ada apa dengan bukunya Muhammad.
* Contoh tarkîb yang
menghasilkan fâidah sempurna:
- ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (Muhammad pergi)
- كِتَابُ مُحَمَّدٍ
جَدِيْدٌ (bukunya Muhammad baru). Fâidah
dari kedua contoh ini sudah sempurna karena keterangannya sudah cukup,
pendengar tidak menunggu keterangan berikutnya.
Jenis-jenis Murakkab
Murakkab ada
enam jenis: idlâfi, bayâni, ‘athfi, mazji, ‘adadi,
dan isnâdi.
Pertama: Murakkab
Idlâfi (الْمُرَكَّبُ
الْإِضَافِيُّ)
Yaitu susunan antara mudlâf
dan mudlâf ilayh, atau susunan dua ism yang taqdîrnya ada
huruf jar antara keduanya. Misalnya: كِتَابُ التِّلْمِيْذُ (buku murid) dan خَاتَمُ ذَهَبٍ (cincin emas). Di contoh pertama ada taqdîr لِ (milik) antara kedua ism,
sedang di contoh kedua ada taqdîr مِنْ (dari).
Taqdîr
adalah ketika terdapat sesuatu yang ada tetapi tidak dinampakkan, seperti
halnya kita mengucap bismillah sebelum makan, taqdîrnya: bismillah saya
makan (بِاسْمِ اللهِ
آكُلُ). آكُلُ (saya makan) disebut muqaddar.
Dalam dua contoh di atas, mudlâfnya
adalah كِتَاب dan خَاتَم sedangkan mudlâf ilayhnya
adalah التِّلْمِيْذِ dan ذَهَبٍ. Mudlâf ilayh selalu majrûr
(harakat huruf terakhirnya ksrah, atau tanda yang menggantikannya).
Kedua: Murakkab
Bayâni
Yaitu susunan dua kata, yang mana
kata kedua adalh penjelas untuk kata pertama. Ada tiga macam murakkab bayâni:
1. Murakkab washfi (الْمُرَكَّبُ
الْوَصْفِيُّ)
Yaitu murakkab yang
tersusun dari mawshûf (yang disifati / man’ût) dan shifah
(sifat / na’t). seperti pada: التِّلْمِيْذُ الْمُجْتَهِدُ أَكْرَمْتُ (saya muliakan murid yang bersungguh-sungguh)
2. Murakkab tawkîdi (الْمُرَكَّبُ
التَّوْكِيْدِيُّ)
Yaitu murakkab yang
tersusun dari muakkad (yang dikuatkan) dan muakkid (yang
menguatkan). Seperti: جَاءَ
الْقَوْمُ كُلُّهُمْ (telah
datang semua kaum, seluruhnya)
3. Murakkab badali (الْمُرَكَّبُ
الْبَدَلِيُّ)
Yaitu murakkab yang
tersusun dari mubdal minhu (yang digantikan) dan badal (yang
menggantikan). Seperti: رَأَيْتُ خَلِيْلًا أَخَاكَ (saya melihat Khalil, saudaramu).
I’rab bagian kedua dari murakkab
bayâni selalu sama dengan i'rab bagian pertamanya.
Ketiga: Murakkab
‘Athfi (الْمُرَكَّبُ
الْعَطْفِيُّ)
Yaitu yang tersusun dari ma’thûf
alayh dan ma’thûf dengan huruf ‘athf di antara keduanya.
Contoh: اشْتَرَيْتُ
الْكِتَابَ وَالْقَلَمَ (saya
membeli buku dan pena). الكتابَ adalah ma’thûf ‘alayh, القلمَ adalah ma’thûf, dan وَ adalah huruf ‘athf.
I’rb ma’thûf selalu sama
dengan i'rab ma’thûf ‘alayh.
Keempat: Murakkab
Mazji (الْمُرَكَّبُ
الْمَزْجِيُّ)
Yaitu susunan dua kata yang
dijadikan satu kata. Misalnya: حَضْرَمَوُتُ (Hadramaut).
Bila murakkab mazji adalah ism
‘alam (nama orang, kota, dll) maka dia mamnû’ min ash-sharf. Mamnû’
min ash-sharf adalah ism yang huruf terakhirnya tidak bisa
menerima kasrah dan tanwin. Kecuali jika bagian keduanya adalah ويه maka dia mabni ‘ala al-kasrah
(harakat akhirnya selalu kasrah). Contoh:
- سِيْبَوَيْهٍ عَالِمٌ
كَبِيْرٌ (Sibawaih adalah ulama besar
-bahasa Arab-)
- رَأَيْتُ سِيْبَوَيْهٍ (saya melihat Sibawaih)
- كِتَابُ سِيْبَوَيْهٍ (bukunya Sibawaih). Dalam ketiga
contoh ini, bagian ويه selalu diakhiri harakat kasrah.
Adapun bila murakkab mazji
bukan ism ‘alam, maka kedua bagiannya mabni ‘ala al-fath.
Seperti صَبَاحَ مَسَاءَ (pagi-sore) dan أَنْتَ جَارِيْ بَيْتَ
بَيْتَ (kamu tetanggaku rumah-rumah,
maksudnya: rumahmu sebelah rumahku).
Kelima: Murakkab
‘Adadi
Yaitu susunan dua angka yang
antara keduanya ada huruf ‘athf yang muqaddar.
Misalnya ثَلَاثَةَ عَشَرَ: ثلاثة itu tiga dan عشر itu sepuluh, antara keduanya ada
huruf ‘athf yang muqaddar yaitu وَ (dan). Sehingga, ثلاثة عشر itu tiga dan sepuluh alias tiga belas.
Murakkab ‘adadi
hanya mencakup bilangan sebelas (أَحَدَ عَشَرَ) hingga sembilan belas (تِسْعَةَ عَشَرَ), dan kesebelas (الْحَادِيْ عَشَرَ) hingg kesembilan belas (التَّاسِعَ عَشَرَ).
Huruf terakhir kedua bagian murakkab
adadi selalu berharakat fathah, kecuali:
1. اثْنَا عَشَرَ (dua belas): tanda raf’ اثْنَا adalah alif (اثْنَا عَشَرَ), dan tanda nashb dan jarrnya
adalah ya` (اثْنَيْ
عَشَرَ)
2. الْحَادِيْ عَشَرَ (kesebelas) dan الثَّانِيْ عَشَرَ (kedua belas): huruf terakhir الحاديْ dan الثانيْ selalu bersukun.
Catatan: murakkab semisal أَرْبَعَةٌ
وَعِشْرُوْنَ (dua puluh empat) tidak termasuk
murakkab ‘adadi. Alasannya adalah karena di situ ada huruf ‘athf
yang nampak, sehingga ia masuk murakkab ‘athfi.
Keenam: Murakkab
Isnâdi (الْمُرَكَّبُ
الْإِسْنَادِيُّ)
Isnâd artinya
menghukumi sesuatu dengan suatu hal. “Sesuatu” itu disebut musnad ilayh
(الْمُسْنَدُ
إِلَيْهِ) sedangkan “suatu hal” itu
disebut musnad (الْمُسْنَدُ), dan musnad selalu
menerangkan keadaan musnad ilayh.
Sehingga, murakkab isnâdi
adalah susunan musnad dan musnad ilayh. Musnad adalah fi’il, khabar, atau yang
sejenisnya. Sedangkan musnad ilayh adalah fâ’il, mubtada`,
atau yang sejenisnya.
Perhatikan beberapa contoh
berikut:
1. ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (Muhammad pergi): musnadnya
adalah ذَهَبَ (pergi) yang berbentuk fi’il,
dan musnad ilayhnya adalah مُحَمَّدٌ (Muhammad) yang berbentuk fâ’il
2. الْكِتَابُ جَدِيْدٌ (buku itu baru): musnadnya
adalah جَدِيْدٌ (baru) yang berbentuk khabar,
dan musnad ilayhnya adalah الْكِتَابُ (buku itu) yang berbentuk mubtada`
3. إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ
طَالِبٌ (sesungguhnya Ibrahim seorang
pelajar): musnadnya adalah طَالِبٌ (pelajar) yang berbentuk khabar inna, dan musnad
ilayhnya adalah إِبْرَاهِيْم (Ibrahim) yang berbentuk ism
inna
4. إِنْ ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (jika Muhammad pergi): musnadnya
adalah ذَهَبَ (pergi) yang berbentuk fi’il,
dan musnad ilayhnya adalah مُحَمَّدٌ (Muhammad) yang berbentuk fâ’il.
Dari keempat contoh murakkab
isnâdi di atas, dapat kita simpulkan bahwa contoh pertama hingga ketiga
memberi fâidah yang sempurna. Adapun contoh keempat tidak memberi fâidah
yang sempurna karena pendengar masih menunggu akibat jika Muhammad pergi.
Jadi, dari enam jenis murakkab
di atas ternyata hanya sebagian murakkab isnâdi yang mungkin untuk
menjadi jumlah mufîdah atau kalâm (kalimat sempurna). Murakkab
isnâdi juga disebut jumlah (kalimat).
Bahan Bacaan:
- Jâmi’ ad-Durûs al-‘Arabiyyah
karya Mushthafa al-Ghalayini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar