Selasa, 15 November 2016

MURAKKAB (SUSUNAN KATA-KATA)



Definisi Murakkab
Murakkab (الْمُرَكَّبُ) artinya susunan. Maksudnya di sini: gabungan dua kalimah atau lebih yang menghasilkan suatu fâidah.

Fâidah artinya: informasi baru hasil penyusunan dua kata atau lebih. Misalnya kata ذَهَبَ (pergi) dan مُحَمَّدٌ (Muhammad), jika disusun akan menjadi ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (Muhammad pergi)
. Hasil penyusunan itu memberi kita informasi baru bahwa: Muhammad melakukan pekerjaan ‘pergi’, atau: yang pergi adalah Muhammad.
Adapun ma’na adalah: arti sebuah kalimah. Seperti pergi adalah ma’na ذَهَبَ dan kantor adalah makna الْمَكْتَبُ. Ringkasnya, ma’na adalah arti sebuah kata dan fâidah adalah informasi baru hasil penyusunan dua kata atau lebih.

Fâidah yang dihasilkan oleh sebuah murakkab adakalanya sempurna, dan ada kalanya tidak sempurna. Sebuah fâidah dikatakan sempurna bila pendengar sudah tidak perlu menunggu kata berikutnya.
* Contoh tarkîb yang menghasilkan fâidah tidak sempurna:
- إِنْ ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (jika Muhammad pergi), pendengar masih menunggu apa akibat jika Muhammad pergi
- كِتَابُ مُحَمَّدٍ (buku Muhammad), pendengar masih menunggu ada apa dengan bukunya Muhammad.
* Contoh tarkîb yang menghasilkan fâidah sempurna:
- ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (Muhammad pergi)
- كِتَابُ مُحَمَّدٍ جَدِيْدٌ (bukunya Muhammad baru). Fâidah dari kedua contoh ini sudah sempurna karena keterangannya sudah cukup, pendengar tidak menunggu keterangan berikutnya.



Jenis-jenis Murakkab
Murakkab ada enam jenis: idlâfi, bayâni, ‘athfi, mazji, ‘adadi, dan isnâdi.

Pertama: Murakkab Idlâfi (الْمُرَكَّبُ الْإِضَافِيُّ)
Yaitu susunan antara mudlâf dan mudlâf ilayh, atau susunan dua ism yang taqdîrnya ada huruf jar antara keduanya. Misalnya: كِتَابُ التِّلْمِيْذُ (buku murid) dan خَاتَمُ ذَهَبٍ (cincin emas). Di contoh pertama ada taqdîr لِ (milik) antara kedua ism, sedang di contoh kedua ada taqdîr مِنْ (dari).

Taqdîr adalah ketika terdapat sesuatu yang ada tetapi tidak dinampakkan, seperti halnya kita mengucap bismillah sebelum makan, taqdîrnya: bismillah saya makan (بِاسْمِ اللهِ آكُلُ). آكُلُ (saya makan) disebut muqaddar.

Dalam dua contoh di atas, mudlâfnya adalah كِتَاب dan خَاتَم sedangkan mudlâf ilayhnya adalah التِّلْمِيْذِ dan ذَهَبٍ. Mudlâf ilayh selalu majrûr (harakat huruf terakhirnya ksrah, atau tanda yang menggantikannya).


Kedua: Murakkab Bayâni
Yaitu susunan dua kata, yang mana kata kedua adalh penjelas untuk kata pertama. Ada tiga macam murakkab bayâni:

1. Murakkab washfi (الْمُرَكَّبُ الْوَصْفِيُّ)
Yaitu murakkab yang tersusun dari mawshûf (yang disifati / man’ût) dan shifah (sifat / na’t). seperti pada: التِّلْمِيْذُ الْمُجْتَهِدُ أَكْرَمْتُ (saya muliakan murid yang bersungguh-sungguh)

2. Murakkab tawkîdi (الْمُرَكَّبُ التَّوْكِيْدِيُّ)
Yaitu murakkab yang tersusun dari muakkad (yang dikuatkan) dan muakkid (yang menguatkan). Seperti: جَاءَ الْقَوْمُ كُلُّهُمْ (telah datang semua kaum, seluruhnya)

3. Murakkab badali (الْمُرَكَّبُ الْبَدَلِيُّ)
Yaitu murakkab yang tersusun dari mubdal minhu (yang digantikan) dan badal (yang menggantikan). Seperti: رَأَيْتُ خَلِيْلًا أَخَاكَ (saya melihat Khalil, saudaramu).

I’rab bagian kedua dari murakkab bayâni selalu sama dengan i'rab bagian pertamanya.


Ketiga: Murakkab ‘Athfi (الْمُرَكَّبُ الْعَطْفِيُّ)
Yaitu yang tersusun dari ma’thûf alayh dan ma’thûf dengan huruf ‘athf di antara keduanya. Contoh: اشْتَرَيْتُ الْكِتَابَ وَالْقَلَمَ (saya membeli buku dan pena). الكتابَ adalah ma’thûf ‘alayh, القلمَ adalah ma’thûf, dan وَ adalah huruf ‘athf.

I’rb ma’thûf selalu sama dengan i'rab ma’thûf ‘alayh.


Keempat: Murakkab Mazji (الْمُرَكَّبُ الْمَزْجِيُّ)
Yaitu susunan dua kata yang dijadikan satu kata. Misalnya: حَضْرَمَوُتُ (Hadramaut).

Bila murakkab mazji adalah ism ‘alam (nama orang, kota, dll) maka dia mamnû’ min ash-sharf. Mamnû’ min ash-sharf adalah ism yang huruf terakhirnya tidak bisa menerima kasrah dan tanwin. Kecuali jika bagian keduanya adalah ويه maka dia mabni ‘ala al-kasrah (harakat akhirnya selalu kasrah). Contoh:
- سِيْبَوَيْهٍ عَالِمٌ كَبِيْرٌ (Sibawaih adalah ulama besar -bahasa Arab-)
- رَأَيْتُ سِيْبَوَيْهٍ (saya melihat Sibawaih)
- كِتَابُ سِيْبَوَيْهٍ (bukunya Sibawaih). Dalam ketiga contoh ini, bagian ويه selalu diakhiri harakat kasrah.
Adapun bila murakkab mazji bukan ism ‘alam, maka kedua bagiannya mabni ‘ala al-fath. Seperti صَبَاحَ مَسَاءَ (pagi-sore) dan أَنْتَ جَارِيْ بَيْتَ بَيْتَ (kamu tetanggaku rumah-rumah, maksudnya: rumahmu sebelah rumahku).


Kelima: Murakkab ‘Adadi
Yaitu susunan dua angka yang antara keduanya ada huruf ‘athf yang muqaddar.

Misalnya ثَلَاثَةَ عَشَرَ: ثلاثة itu tiga dan عشر itu sepuluh, antara keduanya ada huruf ‘athf yang muqaddar yaitu وَ (dan). Sehingga, ثلاثة عشر itu tiga dan sepuluh alias tiga belas.

Murakkab ‘adadi hanya mencakup bilangan sebelas (أَحَدَ عَشَرَ) hingga sembilan belas (تِسْعَةَ عَشَرَ), dan kesebelas (الْحَادِيْ عَشَرَ) hingg kesembilan belas (التَّاسِعَ عَشَرَ).

Huruf terakhir kedua bagian murakkab adadi selalu berharakat fathah, kecuali:
1. اثْنَا عَشَرَ (dua belas): tanda raf’ اثْنَا adalah alif (اثْنَا عَشَرَ), dan tanda nashb dan jarrnya adalah ya` (اثْنَيْ عَشَرَ)
2. الْحَادِيْ عَشَرَ (kesebelas) dan الثَّانِيْ عَشَرَ (kedua belas): huruf terakhir الحاديْ dan الثانيْ selalu bersukun.

Catatan: murakkab semisal أَرْبَعَةٌ وَعِشْرُوْنَ (dua puluh empat) tidak termasuk murakkab ‘adadi. Alasannya adalah karena di situ ada huruf ‘athf yang nampak, sehingga ia masuk murakkab ‘athfi.


Keenam: Murakkab Isnâdi (الْمُرَكَّبُ الْإِسْنَادِيُّ)
Isnâd artinya menghukumi sesuatu dengan suatu hal. “Sesuatu” itu disebut musnad ilayh (الْمُسْنَدُ إِلَيْهِ) sedangkan “suatu hal” itu disebut musnad (الْمُسْنَدُ), dan musnad selalu menerangkan keadaan musnad ilayh.

Sehingga, murakkab isnâdi adalah susunan musnad dan musnad ilayh. Musnad  adalah fi’il, khabar, atau yang sejenisnya. Sedangkan musnad ilayh adalah fâ’il, mubtada`, atau yang sejenisnya.

Perhatikan beberapa contoh berikut:
1. ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (Muhammad pergi): musnadnya adalah ذَهَبَ (pergi) yang berbentuk fi’il, dan musnad ilayhnya adalah مُحَمَّدٌ (Muhammad) yang berbentuk fâ’il
2. الْكِتَابُ جَدِيْدٌ (buku itu baru): musnadnya adalah جَدِيْدٌ (baru) yang berbentuk khabar, dan musnad ilayhnya adalah الْكِتَابُ (buku itu) yang berbentuk mubtada`
3. إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ طَالِبٌ (sesungguhnya Ibrahim seorang pelajar): musnadnya adalah طَالِبٌ (pelajar) yang berbentuk khabar inna, dan musnad ilayhnya adalah إِبْرَاهِيْم (Ibrahim) yang berbentuk ism inna
4. إِنْ ذَهَبَ مُحَمَّدٌ (jika Muhammad pergi): musnadnya adalah ذَهَبَ (pergi) yang berbentuk fi’il, dan musnad ilayhnya adalah مُحَمَّدٌ (Muhammad) yang berbentuk fâ’il.

Dari keempat contoh murakkab isnâdi di atas, dapat kita simpulkan bahwa contoh pertama hingga ketiga memberi fâidah yang sempurna. Adapun contoh keempat tidak memberi fâidah yang sempurna karena pendengar masih menunggu akibat jika Muhammad pergi.

Jadi, dari enam jenis murakkab di atas ternyata hanya sebagian murakkab isnâdi yang mungkin untuk menjadi jumlah mufîdah atau kalâm (kalimat sempurna). Murakkab isnâdi juga disebut jumlah (kalimat).



Bahan Bacaan:

- Jâmi’ ad-Durûs al-‘Arabiyyah karya Mushthafa al-Ghalayini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar